Jumat, 27 Mei 2016
KONSEP DASAR PERSALINAN LAMA
A.
Pengertian
Partus lama adalah persalinan yang
berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi
(rustam mochtar, 1998)
Menurut
winkjosastro, 2002. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih
dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran
bayi, dan dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.
Partus
lama disebut juga distosia, di definisikan sebagai persalinan abnormal/ sulit
(Sarwono, 2010)
B. Etiologi
Menurut
Sarwono (2010) sebab-sebab persalinan lama dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:
1. Kelainan
Tenaga (Kelainan His)
His yang tidak normal
dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang
lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan. Jenis-jenis kelainan his yaitu:
a. Inersia
Uteri
Disini his bersifat
biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu pada
bagian lainnya. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu
maupun janin kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
b. Incoordinate
Uterine Action
Disini sifat his
berubah, tonus otot uterus meningkat, juga di luar his dan kontraksinya
berlansung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak
adanya koordinasi antara bagian atas, tengah dan bagian bawah menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Tonus otot yang menaik menyebabkan
nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia
janin.
2. Kelainan
Janin
Persalinan dapat
mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau bentuk janin
(Janin besar atau ada kelainan konginetal janin)
3. Kelainan
Jalan Lahir
Kelainan dalam bentuk
atau ukuran jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan
kemacetan.
C. Tanda
dan Gejala
Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada ibu
dan juga pada janin.
1. Pada ibu
Gelisah,
letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks,
cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
2. Pada
janin :
a.
Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak
teratur bahkan negarif, air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b.
Kaput succedaneum yang besar
c.
Moulage kepala yang hebat
d.
Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
e.
Kematian Janin Intra Parental (KJIP)
Menurut Manuaba (2010), gejala utama yang perlu diperhatikan pada partus
lama antara lain :
1.
Dehidrasi
2.
Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan
pernapasan, abdomen meteorismus
3.
Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle
tinggi, nyeri segmen bawah rahim
4.
Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva,
cairan ketuban berbau, cairan ketuban bercampur mekonium
5.
Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian
terendah sulit di dorong ke atas, terdapat kaput pada bagian terendah
6.
Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi
kematian
7.
Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens
sampai ruptura uteri, kematian karena perdarahan atau infeksi.
D. Klasikasi
Persalinan Lama
1. Fase laten memanjang
Yaitu fase laten yang melampaui
20 jam pada primi gravida atau 14 jam pada multipara
2.
Fase aktif memanjang
Yaitu fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada
primi gravida dan lebih dari 6 jam pada multigravida. Dan laju dilatasi serviks
kurang dari 1,5 cm per jam 3.
3. Kala 2 lama
Yaitu kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
prmigravida dan 1 jam pada multipara.
E. Dampak Persalinan Lama
1. Bahaya
bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek
berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya cedera meningkat dengan
semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah
waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri, laserasi,
perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan tindakan
yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
2. Bahaya
bagi janin
Semakin lama persalinan, semakin
tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan
berikut ini :
a.
Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b.
Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada
kepala janin
c.
Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan
forceps yang sulit
d.
Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan
ini mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa
infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin.
Sekalipun tidak terdapat
kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada partus lama memerlukan perawatan khusus.
Sementara pertus lama tipe apapun membawa akibat yang buruk bayi anak, bahaya
tersebut lebih besar lagi apalagi kemajuan persalinan pernah berhenti. Sebagian
dokter beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan resiko pada anak selama
persalinan, namun pengaruhnya terhadap perkembangan bayi selanjutnya hanya
sedikit. Sebagian lagi menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan melalui proses
persalinan yang panjang ternyata mengalami defisiensi intelektual sehingga
berbeda jelas dengan bayi-bayi yang lahir setelah persalinan normal.
F. Diagnosis
Faktor-faktor
penyebab persalinan lama :
1.
His tidak efisien / adekuat
2.
Faktor janin
3.
Faktor jalan lahir
Diagnosis
persalinan lama :
Tanda
dan gejala
|
Diagnosis
|
Serviks tidak membuka.
Tidak didapatkan his / his tidak teratur.
|
Belum in partu.
|
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8
jam in partu dengan his yang teratur.
|
Fase laten memanjang.
|
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada
partograf.
a. Frekuensi
his berkurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik.
b.
Pembukaan serviks dan turunnya
bagian janin yang dipresentasi tidak maju dengan kaput, terdapat moulase yang
hebat, oedema serviks, tanda ruptura uteri imminens, gawat janin.
c.
Kelainan presentasi (selain
vertex dengan oksiput anterior).
|
Fase aktif memanjang.
a. Inersia
uteri.
b. Disproporsi
sefalopelvik.
c. Malpresentasi
atau malposisi.
|
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan,
tetapi tak ada kemajuan penurunan.
|
Kala II lama.
|
E. Penatalaksanaan
1. Penanganan Umum
a. Perawatan
pendahuluan :
Penatalaksanaan
penderita dengan partus kasep (lama) adalah sebagai berikut :
1)
Nilai dengan segera keadaan umum ibu
hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat dehidrasinya).
2)
Kaji nilai partograf, tentukan apakah
pasien berada dalam persalinan; Nilai
frekuensi dan lamanya his.
3)
Suntikan cortone acetate 100-200 mg
intramuscular.
4)
Penisilin prokain : 1 juta IU
intramuscular.
5)
Streptomisin : 1 gr intramuscular.
6)
Infuse cairan : Larutan garam fisiologis (NaCl), Larutan glucose 5-10 % pada janin
pertama : 1 liter per jam.
7)
Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali
bila keadaan mengharuskan untuk segera bertindak.
b. Pertolongan
:
Dapat
dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual aid pada
letak sungsang, embriotomi bila janin meninggal, secsio cesaria, dan lain-lain.
2. Penanganan
khusus
a.
Fase laten memanjang (prolonged latent
phase)
Diagnosis
fase laten memanjang di buat secara retrospektif. Jika his berhenti, pasien
disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan
makin bertambah lebih dari 4 cm, masuk dalam fase laten.
Jika
fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan
penilaian ulang terhadap serviks :
1) Jika
tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat
janin, mungkin pasien belum in partu.
2) Jika
ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan amniotomi dan
induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
a) Lakukan
penilaian ulang setiap 4 jam.
b) Jika
pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakuakan pemberian oksitosin selama 8
jam, lakukan seksio sesarea.
3)
Jika didapatkan tanda-tanda infeksi
(demam,cairan vagina berbau) :
a)
Lakukan akselerasi persalinan dengan
oksitosin.
b)
Berikan antibiotic kombinasi sampai
persalinan.
- Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5mg / kg BB IV
setiap 24 jam.
- Jika terjadi persalinan pervaginan stop
antibiotic pascapersalinan.
- Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan
antibiotika ditambah metrinodazol
500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
b. Fase aktif memanjang
1)
Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi
sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
2)
Nilai his :
a)
Jika his tidak adekuat (kurang dari 3
his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya
insertia uteri.
b)
Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit
dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi,
malposisi atau malpenetrasi.
c)
Lakukan penanganan umum yang akan
memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan.
c. Kala Dua Lama
1) memimpin ibu meneran jika ada dorongan untuk meneran
spontan
2) Jika tidak ada mal posisi /malpresentasi berikan drip
oxytocin
3) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
a) Jika letak kepala lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis
atau bagian tulang kepala dari stasion (0) lakukan ekstraksi vakum
b) Jika kepala antara 1/5 - 3/5 di atas simfisis pubis
lakukan ekstraksi vakum
c) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis lakukan
SC
Daftar Pustaka
Prawirohardjo,
S. 2010.
Ilmu Kebidanan . Jakarta : PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Manuwaba, Ida Bagus
Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Rustam, mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I.
Jakarta : EGC
Anonim,2012. Partus Lama. Tersedia di : http://rumahbidanku.blogspot.com/
2012/06/partus-lama.html
Jumat, 29 April 2016
MAKALAH RETENSIO PLASENTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2002:178).
Sebab-sebab dari retensio plasenta
:
a. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau
b. Plasenta
sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan
Jika
plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding
uterus karena :
a. Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva).
b. Plasenta
melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua
sampai miometrium sampai dibawah peritonium (plasenta akreta-perkreta) (Prawirohardjo,
S. 2002:656-657).
Plasenta
yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inserasio plasenta) (Prawirohardjo, S. 2002:656-657).
Kejadian
retensio plasenta berkaitan dengan grandemultipara dengan implantasi plasenta
dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta
perkreta (Manuaba, 1GB. 1998 : 301).
Dalam
melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tekniknya
sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti perforasi dinding uterus, bahaya
infeksi dan dapat terjadi inversio uteri.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR RETENSIO
PLASENTA
2.1.1
Pengertian
Retensio
plasenta adalah placenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Ilmu
Kebidanan, 2002:656).
Retensio
placenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam
kelahiran bayi (Subroto, 1987:346).
Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu
tiga puluh menit setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2002:178).
Jenis-jenis retensio plasenta:
a. Plasenta
Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta
Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
c. Plasenta
Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d. Plasenta
Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa
dinding uterus hingga ke peritonium .
e. Plasenta
Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri.
(Sarwono,
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
Berdasarkan prognosa dan
perawatannya, maka retensio plasenta dibagi:
1. Retensio
plasenta tanpa perdarahan
Terjadi bila belum ada bagian plasenta yang lepas
atau seluruh plasenta malah sudah lepas dan plasenta terjepit dalam rahim.
2. Retensio
plasenta dengan perdarahan
Menunjukkan bahwa sudah ada bagian plasenta yang
sudah lepas, sedangkan bagian lain masih melekat, sehingga kontraksi uterus
tidak sempurna .
2.1.2
Etilogi
Sebab Retensio Plasenta
1. Atonia
uteri, sebagai lanjutan inertio yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi pada
kala III
Misalnya partus lama, permukaan narkose dan
sebagainya.
2. Pimpinan
kala III yang salah
Memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum
plasenta lepas, pemberian uterotonika dan sebagainya.
3. Kontraksi
rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan retraction
ring), hour glass contraction.
4. Plasenta
yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta yang
prematur, immature atau plasenta membranacea)
5. Vili
chorialis yang melekatnya lebih dalam:
a. Plasenta akreta
b. Plasenta increta
c. Plasenta perkreta
6. Kelainan bentuk plasenta
sehingga plasenta / sebagian plasenta sukat lepas:
a. plasenta fenestrata
b. Plasenta membranacea
c. Plasenta bilabata, plasenta succenturiota,
plasenta spuria
(Subroto, 1987 : 347-348).
2.1.3
Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus
berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang
disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara
perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh
darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh
serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta
belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi
proses retraksi yang normal dan
menyebabkan banyak darah hilang.
2.1.4
Tanda
Dan Gejala
1. Plasenta Akreta Parsial / Separasi
a. Konsistensi uterus kenyal
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedang - banyak
e. Tali pusat terjulur sebagian
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta lepas sebagian
h. Syok sering
2. Plasenta Inkarserata
a. Konsistensi uterus keras
b. TFU 2 jari bawah pusat
c. Bentuk uterus globular
d. Perdarahan sedang
e. Tali pusat terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta sudah lepas
h. Syok jarang
3. Plasenta Akreta
a. Konsistensi uterus cukup
b. TFU setinggi pusat
c. Bentuk uterus discoid
d. Perdarahan sedikit / tidak ada
e. Tali pusat tidak terjulur
f. Ostium uteri terbuka
g. Separasi plasenta melekat seluruhnya
h. Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh
tarikan kuat pada tali pusat.
(Prawirohardjo,
S. 2002 : 178)
2.1.5
Komplikasi
Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan
Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang
terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang
melekat membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi
Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam
rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat
perlekatan plasenta.
3. Dapat
terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi
pada ostium baik hingga yang terjadi.
4. Terjadi
polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis
5. Terjadi
degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula
fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya
menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses
keganasan akan berjalan terus.
Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para
ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan
langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa
tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal
merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
6. Syok
haemoragik
(Manuaba,
IGB. 1998 : 300)
2.1.6
Penanganan
Bila
tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus
atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS.
Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah
telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila
terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran
manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase.
Bila
plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta,
lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
a. Dicoba
mengeluarkan plasenta dengan cara normal :
Tangan kanan penolong meregangkan
tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
b. Pengeluaran
plasenta secara manual (dengan narkose)
Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan
penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan
mengeluarkanya.
c. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya,
sehingga dengan narkose yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat
dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasentanya.
2.2 MANUAL
PLASENTA
Manual
Plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio
plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus
diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan
jiwa penderita.
Kejadian
retensio plasenta berkaitan dengan :
- Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive dan plasenta akreta serta Plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
- Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
- Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:
-
Darah penderita terlalu
banyak hilang.
-
Keseimbangan baru
berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
-
Kemungkinan implantasi
plasenta terlalu dalam.
- Manual Plasenta dengan segera dilakukan:
-
Terdapat riwayat
perdarahan postpartum berulang.
-
Terjadi perdarahan
postpartum melebihi 400 cc
-
Pada pertolongan
persalinan dengan narkosa.
-
Plasenta belum lahir
setelah menunggu selama setengah jam.
Manual
Plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan
terjadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta kdapat dikirim ke puskesmas atau rumah
sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam
melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan
memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat.
Prosedur
Plasenta Manual
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin,
atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring
dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna
untuk mengatasi rasa nyeri.
Langkah
klinik
- Persetujuan Tindakan Manual Plasenta
Persetujuan diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan
objektif tentang diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan
tindakan yang akan dilakukan.
- Persiapan Sebelum Tindakan
a. Pasien
1).
Cairan dan selang infuse sudah
terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan.
2). Uji fungsi
dan kelengkapan peralatan resusitasi
3). Siapkan kain
alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
4).
Medikamentosa
a).
Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB,
Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT, Tramadol 1-2 mg/kg BB)
b).
Analgesik suppositoria Tramadol hidroklorida 100 mg untuk perawatan nyeri akut berat setelah tindakan.
c).
Sedative (Diazepam 10 mg)
d). Atropine
Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
e). Uteretonika
(Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
f). Cairan NaCl
0,9% dan RL
g). Infuse Set
h). Larutan
Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
i). Oksigen
dengan regulator
b. Penolong
1).
Baju kamar tindakan, pelapis
plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2).
Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya
sarung tangan panjang
3).
Alas kaki (sepatu boot karet) : 3
pasang
c. Instrument
1).
Kocher: 2, Spuit 5 ml dan jarum
suntik no 23G
2). Mangkok
tempat plasenta : 1
3). Kateter
karet dan urine bag : 1
4). Benang kromk
2/0 : 1 rol
5). Partus set
- Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan
sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi. Mengeringkan tangan dengan
handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
- Tindakan Manual Plasenta
Penetrasi Ke Kavum Uteri
a.
Intruksikan asisten untuk memberikan
sedatif dan analgetik melalui karet infuse.
b.
Sebelum mengerjakan manual plasenta,
penderita disiapkan pada posisi litotomi.
c.
Operator berdiri atau duduk
dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat,
tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
d.
Lakukan kateterisasi kandung kemih.
·
Pastikan kateter masuk kedalam
kandung kemih dengan benar.
·
Cabut kateter setelah kandung kemih
dikosongkan.
e.
Jepit tali pusat dengan kocher
kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
f.
Secara obstetrik masukkan satu
tangan (punggung tangan ke bawah) kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat
bagian bawah.
g.
Setelah tangan mencapai pembukaan
serviks, minta asisten untuk memegang kocher kemudian tangan lain penolong
menahan fundus uteri.
h.
Sambil menahan fundus uteri, masukan
tangan ke dalam kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
i.
Buka tangan obstetric menjadi
seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari telunjuk).
Gambar 1.
Meregang tali pusat dengan jari-jari
membentuk kerucut

Melepas
Plasenta dari Dinding Uterus
a. Tentukan
implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
·
Bila berada di belakang, tali pusat
tetap di sebelah atas. Bila dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan
tal pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
·
Bila plasenta di bagian belakang,
lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari
di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap ke
dinding dalam uterus.
·
Bila plasenta di bagian depan,
lakukan hal yang sama (dinding tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali
pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
b.
Kemudian gerakan tangan kanan ke
kiri dan kanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal
plasenta dapat dilepaskan.
Gambar 2.
Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan
kiri diletakkan di atas fundus

Catatan : Sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan
ibu (pasien), lakukan penanganan yang sesuai bila terjadi penyuliit.
Mengeluarkan
Plasenta
a.
Sementara satu tangan masih berada
di kavum uteri, lakukan eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian
plasenta yang masih melekat pada dinding uterus.
b.
Pindahkan tangan luar ke supra
simfisis untuk menahan uterus pada saat plasenta dikeluarkan.
c.
Instruksikan asisten yang memegang
kocher untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar
(hindari percikan darah).
d.
Letakan plasenta ke dalam tempat
yang telah disediakan.
e.
Lakukan
sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah
plasenta lahir.

Gambar 3.
Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta
berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian
dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah
plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka
dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan perdarahan
dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
Jika tindakan manual
plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam)
abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta
dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
- Dekontaminasi Pasca Tindakan
Alat-alat yang digunakan untuk
menolong di dekontaminasi, termasuk sarung tangan yang telah di gunakan
penolong ke dalam larutan antiseptic
- Cuci Tangan Pascatindakan
Mencuci kedua tangan setelah
tindakan untuk mencegah infeksi.
- Perawatan Pascatindakan
a.
Periksa kembali tanda vital pasien,
segera lakukan tindakan dan instruksi apabila masih diperlukan.
b.
Catat kondisi pasien dan buat
laporan tindakan d dalam kolom yang tersedia.
c.
Buat instruksi pengobatan lanjutan
dan hal-hal penting untuk dipantau.
d. Beritahukan
pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi pasien masih
memerlukan perawatan. Jelaskan pada petugas tentang perawatan apa yang masih
diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan (Di Rumah Sakit).
SKEMA TATALAKSANA
RETENSIO PLASENTA
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Retensio
plasenta adalah placenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir.
Dari berbagai sumber yang
menyebutkan beberapa penyebab dari retensio plasenta, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa penyebab retensio plasenta adalah sebagai berikut:
1. HIS
/ usaha kontraksi uterus yang kurang kuat
2. Perlekatan
plasenta pada dinding uterus, dimana semakin dalam plasenta melekat pada
dinding uterus maka sebakin besar usaha yang diperlukan untuk mengeluarkannya.
3. Pimpinan
kala III yang salah
4. Kelainan
bentuk plasenta sehingga plasenta sukar lepas
Sedangkan
komplikasi dari retensio plasenta adalah perdarahan, Infeksi, dapat terjadi
plasenta inkarserata, terjadi polip plasenta, terjadi degenerasi ganas
koriokarsinoma, syok neurogenik.
Penanganan dari retensio plasenta:
1. Bila tidak
terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum
penderita
2. Bila terjadi perdarahan : lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran
manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase.
3. Cara
untuk melahirkan plasenta:
a. Cara normal
b. Manual Plasenta
c. Hysterectomia
3.2 SARAN
Bidan seharusnya dapat mendeteksi
retensio plasenta secara dini agar dapat menghindari komplikasi persalinan yang
memperburuk prognosa.
DAFTAR PUSTAKA
Hemoragi, Utomo.
Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta. 1998
Manuaba, G. 1998. Ilmu
Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa.
2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, S. 2000.
Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Langganan:
Postingan (Atom)