KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium cavum uteri1.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa
ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu2.
Sebagian besar kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus3.
Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit
radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian
alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin
dan tindakan aborsi4.
Gejala yang muncul pada kehamilan
ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi
dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial
menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian.
Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas ibu jika
tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat4.
Insiden kehamilan ektopik terganggu
semakin meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur lebih
dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk
menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya
semakin berlipat ganda5.
Kehamilan ektopik terganggu
menyebabkan keadaan gawat pada reproduksi yang sangat berbahaya6.
Berdasarkan data dari The Centers for Disease Controland Prevention menunjukkan
bahwa kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat drastis pada 15 tahun
terakhir. Menurut data statistik pada tahun 1989, terdapat 16 kasus kehamilan
ektopik terganggu dalam 1000 persalinan6. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik
terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan5.
Dari penelitian yang dilakukan Budiono
Wibowo di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987
dilaporkan 153 kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam
26 persalinan. Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada
kelompok umur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai 14.6%1.
Laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kehamilan ektopik
terganggu denganmodalitas USG
transabdominaldantransvaginalbesertadengandiagnosa bandingnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Uterus
Uterus berbentuk seperti buah pir
yang sedikit gepeng kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus
adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm6.
Letak uterus dalam keadaan
fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus terdiri dari fundus uteri, corpus dan cervix uteri.
Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii
masuk ke uterus. Corpus uteri
adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi
utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di corpus uteri
disebut cavum uteri. Cervix uteri
terdiri atas pars vaginalis cervisis
uteri dan pars supravaginalis cervisis
uteri. Saluran yang terdapat pada cervix disebut canalis cervicalis4.
Secara histologis uterus terdiri
atas tiga lapisan4: 1) Endometrium: selaput lendir
yang melapisi bagian dalam 2) Miometrium: lapisan
tebal otot polos 3) Perimetrium: peritoneum
yang melapisi dinding sebelah luar.
Endometrium terdiri atas sel epitel
kubis, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang
berkelok. Endometrium melapisi seluruh cavum uteri
dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa
reproduksi. Dalam masa haid endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian
tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik.
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar
berbentuk longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,
berbentuk anyaman, lapisan ini paling penting pada persalinan karena sesudah
plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus ini
sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum
yang menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik4.
2. Tuba Falopii
Tuba falopii terdiri atas4:
1) Pars interstisialis,
bagian yang terdapat pada dinding uterus, 2) Pars isthmika, bagian medial tuba
yang seluruhnya sempit, 3) Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak
lebar, tempat konsepsi terjadi, 4) Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka
ke arah abdomen dan mempunyai fimbrae.
3. Fimbrae
Fimbrae penting artinya bagi tuba
untuk menangkap telur kemudian disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba
diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum.
Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan otot
sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang berlipat-lipat dengan
sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk menyalurkan telur
atau hasil konsepsi ke arah cavum uteri
dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut4.
4. Ovarium
Ovarium kurang lebih sebesar ibu
jari tangan dengan ukuran panjang sekitar 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5
cm. Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar yang dalam perkembangannya akan
menjadi folikel de Graaf 4.
B. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan
yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang
normal, yakni di luar rongga rahim2,4,8. Sedangkan yang disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba9.
C. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu
telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam
bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan
ektopik terganggu2:
1. Faktor
mekanis: hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi
ke dalam cavum uteri,
antara lain: a) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan
aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai
akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii. b)
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen.c)Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium
asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi. d) Bekas operasi tuba
memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki
patensi tuba pada sterilisasi. e) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma
uteri dan adanya benjolan pada adneksa. f) Penggunaan IUD
2. Faktor Fungsional: a). Migrasi eksternal ovum
terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal. b). Refluks
menstruasi. c). Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon
estrogen dan progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap
ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus
induksi sebelumnya2.
D. Klasifikasi
Sarwono
Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain1,5:
1. Tuba Fallopii : a) Pars-interstisialis, b) Isthmus, c) Ampula, d)
Infundibulum, e) Fimbrae 2. Uterus :a) Kanalis servikalis, b) Divertikulum, c)
Kornu, d) Tanduk rudimenter 3. Ovarium 4. Intraligamenter 5. Abdominal : a) Primer, b) Sekunder 6.
Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus1,5.
E. Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan
sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan
prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang
panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan
ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%)4.
Antibiotik dapat mempertahankan
terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi perlengketan menyebabkan
pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga menghambat perjalanan
ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba4.
Penelitian
Cunninghamdi Amerika
Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik terganggu lebih sering dijumpai pada
wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan
pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi kehamilan ektopik
terganggu yang berulang adalah 1-14,6%5.
Di negara-negara berkembang,
khususnya di Indonesia, pada RSUP Pringadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139,
dan di RSUPN Cipto Magunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24 (6),
sedangkan di RSUP. DR. M. Djamil Padang (1997-1999) dilaporkan frekuensi 1:11011.
Kontrasepsi IUD juga dapat
mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap persalinan di rumah sakit.
Banyak wanita dalam masa reproduksi
tanpa faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan
kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun dan frekuensi kehamilan ektopik
terhadap kelahiran secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara
efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan
ektopik4.
Menurut penelitian Abdullah
dan kawan-kawan (1995-1997) ternyata paritas 0-3 ditemukan peningkatan
kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >3-6 terdapat penurunan kasus
kehamilan ektopik terganggu12. Cunninghamdalam
bukunya menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu paling banyak
terjadi di tuba (90-95%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada
daerah fimbrae (5%), intersisial (2-3%), abdominal (1-2%), ovarium (1%),
servikal (0,5%)5.
F. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada
dasarnya sama dengan yang terjadi di cavum uteri.
Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara
dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan
dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang
sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding
tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas4.
Di bawah pengaruh hormon esterogen
dan progesteron dari corpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua4. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu;
sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya
ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat
juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan
disebut sebagai reaksi Arias-Stella2.
Setelah janin mati, desidua dalam
uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau
berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu
berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif1.
Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan
tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah1,4,13:
1. Hasil konsepsi mati dini dan
diresorbsi : Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati
karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresorbsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba :
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba
terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui
ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritoneum. Dalam
keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba : Penyebab
utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi
berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya
ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada
koitus dan pemeriksaan vagina.1,4,13
G. Gambaran
Klinis
Gambaran klinis dari
kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya4. Tanda dan
gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut14. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara
lain5:
a. Keluhan gastrointestinal : Keluhan yang
paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri
pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal dan
vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal
insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping
keterlambatan diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis :
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya dengan
menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan
ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat
sebelum ruptur terjadinya.
c. Amenore : Riwayat amenore tidak
ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena
pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada kehamilan ektopik
sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid
terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan
vaginal : Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah
tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan
tersebut biasanya sedikit-sedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat
terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus : Uterus pada
kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik tersebut.
Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah, uterus
dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian
kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat
disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan
jaringan abortus dari kavum uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi :
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada
tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan
darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi : Penurunan nyata
tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk merupakan tanda yang
paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua
perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh : Setelah terjadi
perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan menurun. Suhu yang
lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu
panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba
yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu
tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis : Masa pelvis dapat
teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran, konsistensi serta
posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering teraba
lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang
luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis
ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri
tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik : Pada kehamilan
tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diukuti oleh perembesan
darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium atau
keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan
dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul,
kurang lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis5.
H. Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik
terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang
menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum
mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis1.
Berikut ini merupakan jenis
pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik1,4,8,15: 1.
HCG-β : Pengukuran subunit beta dari HCG-β(Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. 2.
Kuldosintesis : Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang
diisap berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi. 3. Dilatasi dan Kuretase : Biasanya kuretase dilakukan
apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan
kelainan yang nyata disamping uterus. 4. Laparaskopi : Laparaskopi hanya
digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil penilaian
prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan. Namun
beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi. 5. Ultrasonografi
: Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai cavum uteri,
kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan
apakah cavum Douglas
berisi cairan.6. Tes Oksitosin : Pemberian oksitosin dalam dosis kecil
intravena dapat membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan
bimanual, di luar kantong janin dapat diraba suatu tumor. 7. Foto Rontgen :
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada
foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu. 8.
Histerosalpingografi : Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar
dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika
diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra
Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine)1,4,8,15.
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore4.
I. Diagnosis
Banding
Yang perlu dipikirkan sebagai
diagnosis banding dari KET adalah4:
1. Infeksi pelvis : Gejala yang
menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengenai
amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu
rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu leukositosis lebih
tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil
negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus
inkomplit : Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih
merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan
adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut
lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens.
Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan
gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium: Gejala dan
tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada.
Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan
ektopik terganggu.
4. Appendicitis : Pada
apendicitis tidak
ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan cervix uteri
seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian
bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney4.
J. Terapi
Pada kehamilan ektopik terganggu,
walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan
terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi.
Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah
berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian
dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di cavum Douglas),
sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi
terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah
memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat
dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak,
maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi4.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan
pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan
kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi
darah4.
Untuk kehamilan ektopik terganggu
dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak
menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun
oovorektomi5. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di cervik uteri
yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada
nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan
terapi konservatif4.
K. Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan
oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang
berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril
(tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas,
namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada sisituba yang
lain4.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan
ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk terjadinya kehamilan ektopik
terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak
dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik terganggu
berulang16.
Ruptur dengan perdarahan
intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus
kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari
sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik
berulang 1.
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang
perempuan, umur 35 tahun, datang kerumah sakit dengan keluhan perdarahan lewat
jalan lahir dan nyeri abdomen terutama nyeri supra pubic. Haid terakhir kurang
lebih 13 minggu sebelum masuk rumah sakit, G1 P0 A0. Keluhan dirasakan sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, merasakan flek-flek sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit dan dirasakan perdarahan semakin banyak. BAB dan BAK normal.
Riwayat demam disangkal, mual dan muntah disangkal. Pasien masuk rumah sakit
dengan diagnosa awal abortus imminens.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, gizi baik, sedikit anemis,
keadaan dan vital sign baik, cor dan pulmo normal. Keadaan motorik baik,
ekstremitas atas dan bawah baik. Nyeri tekan pada regio abdomen bawah dan
suprapubic.
Laboratorium : HB 10,4 gr/dl, darah
rutin lainnya dalam batas normal. PP test (+).
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan
adalah pemeriksaan ultrasonografi trans abdominal dan ultrasonografi
transvaginal dengan hasil :
Pada
USG transabdominal :
-
Tampakcairanbebas di
hepato-renal space dancavumdouglass.
-
Uterus : ukuran dan
echostruktur sedikit membesar, tak tampak gestational sac maupun fetus
-
Vesica urinaria :
terisi cairan, dinding licin, tak tampak menebal, tak tampak gambaran double
layer, tak tampak batu / massa.
Pada
USG transvaginal ;
-
Gambaranlesihipoechoikberbentuklingkaran yang
dikelilingigambaranmiripcincin yang tebal
(tubal ring ) sepertigambaran gestational
sac yang tidakutuh, cairan bebas (+),
fetus tidak begitu jelas terlihat, pulsasi (-), GES sekitar 7-8 minggu
Kesan
: kehamilan ekstaruterin kemungkinan di adneksa, dengan perdarahan
intrabdominal.
Terapi
BAB IV
PEMBAHASAN
Kehamilan ektopik adalah suatu
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium cavum uteri1.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan
peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu2.
Pada kehamilan
ektopik terdapat gangguan mekanik pada perjalanan ovum yang telah dibuahi
menuju cavum
uteri sehingga perjalanannya terhenti sebelum mencapai cavum uteri. Sebagian
besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula
dan isthmus3. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen,
maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik
adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang
panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device),
riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai
progestin dan tindakan aborsi4.
Pada pasien
ini gambaran USG tidak dapat menunjukkan secara tepat letak dari implantasi
ovum tersebut, sehingga hanya dapat dinilai bahwa implantasi ovum terjadi di
adneksa. Pada pemeriksaan USG ini ditemukan juga adanya cairan bebas di rongga
abdomen yang cukup banyak.
Kehamilan
ektopik dapat menjadi keadaan yang gawat bila sampai ke tahap “terganggu”
dimana sudah terdapat
ruptur dari organ yang diimplantasi, gejala dari kehamilan ektopik terganggu
meliputi adanya riwayat terlambat haid dan gejala kehamilan muda, akut abdomen,
terutama nyeri perut kanan / kiri bawah, perdarahan per vaginam (dapat juga
tidak ada), keadaan umum ibu dapat baik sampai buruk / syok, tergantung
beratnya perdarahan yang terjadi, kadang disertai febris.
Pada pasien
ini hasil tes kehamilan menunjukkan positif, dan terdapat nyeri perut bawah.
Ditemukan adanya perdarahan per vaginam namun belum ada tanda-tanda syok dan
febris. Pemeriksaan laboratorium terdapat angka hemoglobin menurun. Hal ini
mengindikasikan ke arah kehamilan ektopik terganggu.
Diagnosis
kehamilan ektopik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
berupa adanya nyeri goyang porsio. Dapat pula ditunjang dengan pemeriksaan
kuldosintesis dan USG. Namun diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan melalui
laparotomi.
Pemeriksaan
radiologi untuk kehamilan ektopik dapat berupa USG dan foto polos abdomen. Pada
pasien ini dilakukan pencitraan dengan USG karena pemeriksaan ini bersifat
non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan
dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang
tinggi. Pemeriksaann ini tidak mempunyai kontraindikasi, karena pemeriksaan ini
sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita.
Pada pasien
ini dilakukan USG trans abdominal dan USG transvaginal. Pada pemeriksaan USG
transabdominal didapatkan adanya cairan bebas di hepatorenal space dan cavum
douglas, namun tidak diketemukan adanya gestational sac maupun fetus di dalam
uterus maupun adneksa. Kemudian dilakukan pemeriksaan USG transvaginal, pada
pemeriksaan ini terlihat adanya cairan bebas di cavum douglas dan adanya
gestational sac di adneksa.
Dari beberapapenelitianmelaporkantransvaginalsonografilebih superior
dibandingkandengantransabdominalsonografi.Transvaginalsonografiseharusnyadilakukanpadasemuapasiendengankecurigaankehamilan ektopik, khususnyajikadengantransabdominalsonografitidakdapatmendiagnosis17,18. Dari satupenelitian yang dilakukanoleh
Wong TW dkkpadatahun 1997,
melaporkansensitivitasdanspesifitastransabdominalsonografidalammendiagnosisadanyakehamilanektopikadalah
82 % dan 92 %19.Sedangkanpenelitianlain yang
mencariakurasidaritransvaginalsonografidalammendeteksikehamilanektopik,
mendapatkanhasilsensitivitasdanspesifitasadalah 90, 9 % dan 99 % 20.
Gambaran USG kehamilan ektopik sangat bervariasi, tergantung
pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur, abortus), serta
banyak dan lamanya perdarahan intra abdomen2.
Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila
terlihat kantong gestasi berisi mudgah
atau janin yang letaknya di luar kavum uteri, namun sayangnya gambaran ini
hanya bisa dijumpai pada 5-10 % kasus2.
Gambaran
lain dari USG yang mengarah ke kehamilan ektopik adalah:2
1.
Pseudogestational sac
Sebagianbesarkehamilanektopiktidakmemberikangambaran
yang spesifik. Uterus mungkinbesarnya normal ataumengalamisedikitpembesaran
yang tidaksesuaidenganusiakehamilan. Endometrium menebalechogeniksebagaiakibatreaksidesidua.Cavum
uteri seringberisicairaneksudat yang diproduksiolehsel-seldesidua, yang
padapemeriksaanterlihatsebagaicincinanechoic
yang disebutkantonggestasipalsu( pseudogestational
sac ). Berbedadengankantonggestasi yang sebenarnya, kantonggestasipalsuletaknyasimetris
di cavum uteri dantidakmenunjukkanstrukturganda2.
2.
Massa adnexa
Seringkalidijumpaimassa di daerah
adnexa, yang gambarannyasangatbervariasi. Bisaterlihatkantonggestasi yang
masihutuhdanberisimudgah, mungkinhanyaberupamassaechogenikdenganbatasireguler,
atau pun massakompleks yang terdiridaribagianechogenikdananechoic.
Gambaranmassa yang tidakspesifikinimungkinsulitdibedakandarigambaranyang disebabkanolehperadanganadneksa, tumor
ovariumatau pun massa endometrium2.
3.
Cairanbebasintraabdominal
Adanyacairanbebasintraabdominaladalahsalahsatukarakter
yang meningkatkankemungkinanterjadinyakehamilanektopik.Cairanbebasechogenikharusmenjadiperhatiankarenainimengindikasikanadanyahemoperitoneum,
berbedadengancairanfisiologis pelvis yang anechoic
karenaovulasi.
Deteksicairanbebasechogenikdilaporkandalam
28 % sampai 56 % pasiendengankehamilanektopik.Kadang-kadanghemoperitoneumbisaterlihatsepertikumpulancairananechoic.Tidakadaketentuanberapajumlahcairan yang
harusdipenuhidalammenegakkan diagnosis, tetapisemakinbanyakjumlahcairan,
kemungkinanterjadinyakehamilanektopiksemakinbesar.Walaupun, kadang-kadangcairan
peritoneal dalamjumlahkecilbisaterjadipadakehamilan normal yang berasaldari
corpus luteum yang normal20.
4.
Tubal ring
Iniadalahstrukturkistikberdindingtebal
di adneksa, tidaktergantungpadaovariumdan uterus, daninimenunjukkanprediksi
yang
tinggiuntukterjadinyakehamilanektopik.Inikadang-kadangmiripdengankistakorpusluteumjikaovariumtidaktervisualisasidenganbaik.Kistakorpusluteumdindingnyalebih
tipis dankurangechogenikdibandingkandengan
endometrium, dankistaberisicairanlebihjernih.Jikadikelilingiolehcairanbebas,
inikadang-kadangmiripdengankistaovarium hemoragik3.
5.
Gambarankehamilanektopikpadatempat
yang jarang2.
Kehamilan pars interstisialis tuba merupakan kehamilan
ektopik yang terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan
ini jarang terjadi dan hanya merupakan 1 % dari semua kehamilan tuba. Ruptur
pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai bulan
keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera ditangani,
akan menyebabkan kematian.
Kehamilan
ovarial merupakan kehamilan yang sangat jarang terjadi. Kadang-kadang,
gambarannya sulit dibedakan dengan kista ovarium hemoragik maupun kista korpus
luteum. Kehamilan cervical , kejadiannya hanya sekitar 0,15
% dari semua kejadian kehamilan ektopik. Pada kehamilan ini terjadi dilatasi
serviks yang memberikan gambaran hourglass.
Heterotropic pregnancy merupakan kehamilan intra uterin yang terjadi bersamaan dengan
kehamilan ektopik. Abdominal ectopic pregnancymerupakan kehamilan yang sangat
jarang. Kehamilan abdominal primer kejadiannya jarang dibandingkan dengan
kehamilan abdominal sekunder, dimana terjadi jika kehamilan ektopik tuba ruptur
ke cavum peritoneum dan selanjutnya terjadi implantasi. Kehamilan abdominal
biasanya terjadi di cavum douglas dan posterior dinding uterus, namun bisa
terjadi di lokasi manapun di cavum peritoneal, mencakup di omentum, mesenterium,
usus, hepar atau lien.
Pada kasus
ini didapatkan gambaran USG berupa cairan bebas intraabdominal, dan
massa adneksa dimana terlihat gambaran lesi hipoechoik berbentuk
lingkaran yang dikelilingi gambaran mirip cincin yang tebal ( tubal ring ) seperti gambaran gestational
sac yang tidak utuh dan sulit dibedakan dari gambaran yangdisebabkan oleh
peradangan adneksa, tumor ovarium atau pun massa endometrium. Dilihat dari tanda dan gejala klinik pada pasien
dengan PP test (+), perdarahan pervaginam, dan nyeri abdomen suprapubic
dan hasil USG diatas maka
disimpulkan diagnosis akhir dari pasien ini adanya kehamilan ektopik
terganggu.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien wanita 35
tahun, G1P0A0, dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah dan perdarahan pervaginam, secara radiologis melalui USG
transabdominal dan transvaginal mengarah pada kehamilan ekstrauterin.
Pada USG transabdominal ditemukan
adanya cairan bebas di hepato-renal space dan cavum douglass; uterus : ukuran dan echostruktur
baik, tak tampak gestational sac maupun fetus. Pada USG transvaginal ditemukan
adanya gambaran tubal ring (+) diluar uterus, cairan bebas intra abdominal (+),
fetus tidak begitu jelas terlihat, pulsasi (-).
Gambaran kehamilan ektopik pada pemeriksaan USG sangat
bervariasi, tergantung usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan serta
banyak dan lamanya perdarahan intra abdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik
secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudgah
yang letaknya di luar cavum uteri, namun gambaran ini hanya bisa dijumpai pada
sedikit kasus. Gambaran lain yang mengarah ke kehamilan ektopik adalah pseudo
gestasional sac, massa adneksa, tubal ring dan adanya cairan bebas di cavum
peritoneum.
Pada kasus kehamilan ektopik USG transvaginal lebih baik
dibandingkan USG transabdominal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Prawirohardjo S, Hanifa W.
GangguanBersangkutandenganKonsepsi. Dalam: IlmuKandungan, edisi II. Jakarta:
YayasanBinaPustakaSarwonoPrawiroharjo, 2005; 250-8.
2.
Rachimhadhi T. KehamilanEktopik.
Dalam :IlmuBedahKebidanan. Edisi I. Jakarta:
YayasanBinaPustakaSarwonoPrawiroharjo, 2005; 198-10.
3.
Robbins SL, Kumar V. Sistem
Genitalia WanitadanPayudara (kehamilanEktopik). Dalam :Buku Ajar Patologi II.
Edisi IV. Jakarta: Penerbitbukukedokteran EGC. 1997; 374-15
4.
Wibowo B, Rachimhadhi T.
KehamilanEktopik. Dalam :IlmuKebidanan. Edisi III. Jakarta:
YayasanBinaPustakaSarwonoPrawiroharjo, 2002; 362-85
5.
Cunningham FG, Macdonald PC, Gant
NF. KehamilanEktopik. Dalam: Obstetri William (William’s Obstetri). Edisi
XVIII. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC. 2005; 599-26.
6.
Jones HW. Ectopic Pregnancy. In:
Novak’s Text Book of Gynecology. 3rd Edition. Balltimore, Hongkong, London,
Sydney: William & Wilkins. 1997; 883-05.
7.
UAB Health System [Online Database]
2006 September [2007 May 2] Available from URL:http://www.health.uab.edu/default.aspx?pid=65626
8.
Moechtar R. KelainanLetakKehamilan
(KehamialanEktopik). Dalam: SinopsisObstetri, ObstetriFisiologisdanObstetriPatologis.
Edisi II. Jakarta: PenerbitBukukedokteran EGC. 1998; 226-37
9.
Polan ML, Wheeler JM.
KehamilanEktopik (Diagnosis danTerapi). Dalam: Seri Skema Diagnosis
danPenatalaksanaanInfertilitas. Edisi I. Jakarta: BinaRupaAksara. 1997; 102-5
10. Farlex. The
Free Dictionary. [Online Database] 2007 January [2007 May 23] Available from
URL: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/
interstitial+pregnancy
11. Fridsto Z. KehamilanEktopik
di RSUP. DR. M. Djamil Padang selama 3 Tahun (1 januari 1997-31 Desember 1999).
Skripsi. Padang: FakultasKedokteranUniversitasAndalas, 2000.
12. Abdullah F,
Bakar E, Salin J. KehamilanEktopikTerganggu di RSUP Dr. M. Djamilpadangselama 3
tahun (1 Januari 1995-31 Desember 1997). UniversitasAndalas, Padang, 1997
13. Mansjoer A,
Triyanti K, Savitri R. KehamilanEktopik. Dalam: KapitaSelektaKedokteranJilid I.
Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius. 2001; 267-70
14. Saifiddin
AB, Wiknjosastro H, KehamilanEktopikTerganngu. Dalam:
BukuPanduanpraktisPelayananKesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor:
Affandi B, Waspodo B. Jakarta: yayasanBinaPustakaSarwonoPrawirohardjo. 2002;
15-6
15. E Medicine
Health [Online Database] 2005 October [2007 April 28] Available from URL: http:/www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58753&page=1#Ectopic%20Pregnancy%20Overview
16. Schwart SI,
Shires TS. KehamilanEktopik. Dalam: IntisariPrinsip-PrinsipIlmuBedah. Edisi VI.
Editor: Spencer FC. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC. 2000; 599-06
17. Jain KA, Hamper UM, Sander RC.
Comparison of transabdominal and transvaginal ultrasonography in the detection
of early pregnancy and its complication. AJR, 1988 ; 151 : 1139-43
18. Thorsen MK, Lawson TL, Aiman EJ.
Diagnosis of ectopic pregnancy :endovaginalvstransabdominalsonography. AJR,
1990 ; 155 : 307-10
19. Wong TW, Lau CC, Yeung A, Lo L, Tai
CM. Efficacy of Transabdominal ultrasound examination in the diagnosis of early
pregnancy complications in the emergency department. J AccidEmerg Med, 1998 ;
15 : 155 – 8
20. Condous G, Okaro E, Khalid A, et al.
The accuracy of transvaginal ultrasonography for the diagnosis of ectopic
pregnancy prior to surgery. Human reproduction 2005; vol 20 no 5 PP 1404-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar